AKu, Hidupku dan BuDo (part 2)

Kalau melihat ke belakang, aku sudah sangat ingin belajar Beladiri sejak masih SD. Tapi baru kesampaian setelah aku duduk di kelas 3 SMP, waktu itu aku sekolah di SMP Negeri 4 Malang.

Beladiri yang aku ikuti waktu itu adalah Wushu. Tapi ternyata aku tidak bisa bertahan lama di Wushu, selain karena tempatnya jauh, dan juga waktu yang kurang memadai. Waktu itu setiap usai sekolah aku bekerja di warung seorang teman, di daerah Dinoyo. Selain karena bekerja, juga karena aku kena penyakit baru (waktu itu), yang sampe sekarang masih susah untuk aku sembuhkan. Penyakit itu adalah "keranjingan maen game".

Lulus dari SMP 4, aku masuk di SMU 8 Malang. Awal kelas satu, aku langsung bergabung dengan Klub Tae Kwon Do, dan lumayan rajin latihan, apalagi pelatihnya kebetulan tetanggaku, yang rumahnya hanya 50 meter dari rumah teman-tempat aku menumpang tinggal. Tapi lagi-lagi aku kalah sama penyakit tadi. Akhirnya aku latihan ga sampai setahun, mungkin hanya 6 bulanan, itupun tidak terlalu rutin pada akhirnya. Bahkan waktu ujian kenaikan sabuk pun aku tidak ikut.

Naik kelas 2, tidak tahu dari mana awalnya, aku ikut klub Karate. Sempat ikut ujian dan naik ke Kyu 8 1/2 (Aku sampe sekarang belum sempat tanya ke Senpai kenapa kok ada 1/2 nya). Aku lumayan bersemangat latihan waktu itu, tapi akhirnya menjelang naik ke kelas 3 penyakit lamaku kambuh lagi. Akhirnya sempat vakum beberapa bulan, sampai saat aku naik ke kelas 3, dan akhirnya nyaris berhenti karena kesibukan akademis, antara lain jam pelajaran khusus seusai sekolah. Tapi penyebab utama sebenarnya adalah karena aku harus bekerja dari jam 6 sore sampai jam 4 pagi, yang akibatnya 70% dari jam sekolahku terpakai untuk tidur di kelas (Sekolah masuk jam 6.30 sampai 13.00 kalo ga salah, trus jam tambahan 13.30 sampe 15.00) . Kalau di kelas aja tidur, latihan mana sempat, hehe.

Beruntung, semester 2 semua jauh membaik. Aku sudah bisa mengatur waktuku sedikit. Jadi aku sudah mulai terjaga waktu di kelas. Kalau sebelumnya 70% jam sekolah aku pakai tidur, saat itu jadi sekitar 40% saja, kadang bisa 20% :D. Meskipun masih vakum di karate, tapi aku jadi bisa menyimak pelajaran, dan akhirnya lulus Ujian Akhir Nasional, meskipun nilai pas-pasan :D. Selesai UAN, sambil mengunggu pengumuman kelulusan, aku kembali aktif di karate, bahkan selesai pengumuman kelulusan. Apalagi karena aku tidak kuliah, aku jadi banyak waktu untuk latihan. Aku bahkan sempat ikut demo waktu Pekan MOS, untuk menarik siswa baru bergabung dengan klub kami.

Namun lagi-lagi penykit lamaku kambuh. Secara tidak sengaja aku kecanduan game baru, Ragnarok Online! Game yang sepertinya tidak ada orang angkatanku yang tidak tahu.

Waktu itu, aku sedang aktif di setidaknya 3 kegiatan yang lumayan "positif", Karate di SMU 8, Les Bahasa Jepang di IKA TC UB, Les Jaringan dan Linux di MitraNet, dan juga masih bekerja di GameCenter. Tapi karena saking candunya sama game ini, aku jadi menghabiskan waktu di warnet Fla (waktu itu belum kerja disini), dan juga warnet-warnet di daerah ABM-Supernet dan Lotus. Waktu itu aku tinggal di Jalan Candi Mendut.

Semua kegiatan "positif" tadi terbengkalai, Les Bahasa Jepang mendingan, selesai, tapi ga sempat ambil sertifikat-lupa, padahal sudah bayar lunas, Les Jaringan dan Linux ga sempat aku ikutin, padahal duit sudah di bayarkan, dan Karate tentunya sudah tidak masuk dalam jadwal acara harianku. Aku bahkan nyaris di pecat karena terlalu banyak hutang di tempat kerja-untuk ngenet, hehehe.

Semenjak itu, selama hampir 2 tahun aku sama sekali tidak pernah ikut aktivitas beladiri apapun. Sampai akhirnya tahun 2005 awal, aku iseng-iseng berkunjung ke SMU ku dulu, dan aku lihat ada anak-anak karate. Akhirnya aku sempat latihan di bekas sekolahku itu beberapa minggu. Sempat juga aku bertemu dengan Senpai Chandra, yang menangani klub karate kami semasa aku masih sekolah. Tapi akhirnya aku berhenti, karena beberapa hal. Utamanya sih karena aku merasa sungkan, sudah tua tapi latihan bareng anak-anak, hehe. Apalagi aku masih sabuk kuning, sementara mereka semua sudah hijau. Dan lagi aku sungkan juga ketemu guru-guru ku dulu. Intinya sih karena aku memang bukan siswa sekolah lagi.

Beruntung, september 2005, ada seseorang yang menempel poster Chatalina Aikido Club di Waret Level99, tempat kerjaku dulu. Orang yang menempel itu tak lain adalah Mas Fesan, Senpai ku di Aikido sekarang. Akhirnya aku bergabung dengan Chatalina Aikido Club, terhitung mulai September 2005.

Waktu itu, aku sangat "excited" dengan aikido, bahkan untuk menginggalkan latihan sehari saja, rasanya sayang sekali. Sampai akhirnya seorang senior-satu tingkat sama aku tapi dia latihan lebih awal, keluar dari Dojo. Dia ini kader untuk jadi asisten pelatih. Jadi dia sering di tegur kalau salah dikit. Mulai saat itu aku jadi sering sekali ditegur Sensei kalo ada salah waktu latihan.

Akhirnya aku sudah mulai tidak nyaman dengan dojo, bukan karena ditegur, tapi karena aku merasa;"kenapa kok aku ga bisa-bisa". Apalagi teman latihan makin lama makin dikit. Angkatan pertama dulu (yang ikut ujian), yang aku ingat: Pak Ari, Mas Arif, Pak Teguh, Soleh, Tantok, Mas Fesan, dan beberapa orang lain yang tidak sempat aku ingat namanya, karena hanya latihan sekali dua kali. Sama satu lagi cewek namanya... sapa ya, kalo ga salah sih desi *bukan desi yang sekarang. Sekarang angkatan pertama itu sisa aku, Mas Fesan, Mas Arif, Pak Teguh. Tapi sekarang teman latihan yang baru makin banyak, sampe-sampe matras kadang tidak cukup, syukurlah.

Selama aku ikut di Chatalina, sempat juga aku vakum beberapa bulan, yang aku ingat bulan September sampai November 2006, sama Januari sampe Maret 2007, dan aku juga pernah berfikir untuk pindah dojo, tapi entah kenapa tidak jadi. Pada akhirnya, aku kembali berlatih di dojo ini meskipun aku sudah memutuskan berhenti..

JUDO...Awal aku tertarik dengan Judo, sebenarnya agak aneh, yaitu karena baca komik Shin Kotaro. Dari komik itulah aku kenal dan sedikit mengerti tentang beladiri Judo, yang kemudian aku cari-cari infonya di internet, dan aku jadi semakin tertarik dengan Judo.

Kemudian aku baca kalau di UM ada UKM Judo. Akhirnya aku ke sanggar UKM UM, tepi ternyata latihannya di Halmahera, di Pabrik Bentoel. Akhirnya aku urung untuk ikut.

Kemudian ada teman aikido - Haris, yang dulu pernah ikut Judo di bontang, yang mengajak aku lihat latihan Judo-setelah aku cerita kalau di Malang juga ada Judo. Akhirnya kami berdua memutari Pabrik Bentoel, dan "menemukan" Dojo Judo yang sudah pindah ke Jalan Rangsang, beberap hari sebelum kami kesana. Mulai saat itu semangatku untuk belajar judo makin bertambah. Tapi kemudian karena aku harus kursus di BLK, aku ga sempat latihan Judo. Bahkan Aikido pun ga mesti seminggu sekali - karena capek.

Begitu selesai kursus di BLK, aku kembali berniat untuk latihan Judo, dan akhirnya terlaksana, biarpun aku ga bisa tiap hari latiah, tapi aku merasa cukup dengan latihan seminggu 2-3 kali.

Jadi, sekarang aku ikut 2 BuDo, JuDO, dan AikiDO, meskipun 2-2 nya aku masih belum bisa apa-apa, dan latihan juga ga bisa rutin. Tapi setidaknya, hobi dan minatku tersalurkan. Dan hal ini membuat hidupku jadi lebih bersemangat.

Belajar Budo bukan untuk semata-mata bertarung, tapi lebih untuk melatih pengendalian dan pendewasaan mental - Anonymous.

Comments

Anonymous said…
Salam,

Saya sangat tertarik membaca bagaimana perjalanan hidup anda untuk menemukan beladiri yg cocok.

Saya juga dulu ikut karate pd waktu sd sampe smp dengan mendapatkan sabuk biru. SMA vacuum, lalu kuliah ikut pencak silat sampai 3-1/2 tahun. Setelah itu sempat ikut beladiri kuno India yg banyak mirip dengan shaolin, yaitu Kausalyaraksadvara.

Kemudian saat mendapatkan beasiswa S2 di Swedia, saya belajar kempo aliran goshin ryu selama hampir setahun. Karena terbiasa dengan jurus2 rumit beladiri India itu, saya cepat naik ke sabuk cokelat dan diangkat jadi kepala instruktur kempo tsb untuk regional Indonesia.

Setelah ke Indonesia, ikut Merpati Putih. Namun teknik dan olahan fisik tak berkembang di sini, walaupun pernafasan saya berkembang. Karena saya terkesan dengan beladiri India itu, saya cari2 cabangnya di Jakarta. Tidak ada! Tp saya menemukan seseorang yg ambil master di kuil Shaolin, yaitu master Gatut Swadana (di Indonesia baru ada dua orang saja).

Setelah saya ke tempat latihannya, saya bingung koq murid2nya banyak yg sudah sabuk tinggi di beladiri asal masing2. Ada yg sdh taekwondo dan 2, jiu jitsu, karate, silat, de el el. Kenapa mereka tidak puas dg beladiri masing2?

Ternyata di shaolin beladirinya lengkap. Kunci2an jiujitsu juga ada, pemanfaatan tenaga lawan model aikido juga ada, tendangan2 cantik taekwondo juga ada, bantingan judo juga ada, serta kunci2an aplikatif juga ada. Permainan senjatanya pun juga memukau: golok, tongkat ganda tanpa rantai (tifan), tonfa, toya, bo, dsb. Teknik beladiri lawan keroyok juga diajarkan.

Guru saya pun bisa mendemonstrasikan kunci2an aplikatif: bagaimana ditodong pistol dari mobil di sisi belakang, depan, atau todongan pisau dari sisi mana aja.

Saya juga kaget ternyata guru saya tidak pernah kalah tarung dengan beladiri mana saja. Terakhir, orang aikido dan 4 dipaksa menyerah karena tangannya bengkak setelah mengadu dengan guru saya. Sebelumnya, guru saya juga pernah membuat karateka sabuk hitam jatuh hanya dengan sekali tonjokan, juga jawara kempo Indonesia juga dikalahkannya, dan taekwondoin dan 2 juga tak bisa jalan setelah tarung dengannya.

Guru saya juga pernah gara2 menolong orang, eh ternyata dikeroyok 40an preman di Blok M. Guru saya hanya main bangku panjang dari kaki lima yg dia gunakan sbg senjata. Setelah 10an orang terkapar, yg lainnya mundur.

Saya baru tahu kalo beladiri asalnya dari India. Kemudian sejak Buddha datang ke Cina, beladiri shaolin dikembangkan. Apalagi tradisi dokumentasi di China sangat bagus, tdk seperti India. Akhirnya, beladiri menyebar ke seluruh dunia. Shorinji Kempo Jepang, misalnya, kata "shorinji" itu berasal dari Bahasa China "shaolinshe". Namun di Kempo, tak ada latihan main senjata.

Saat pertama kali ikut latihan berat. Siang2 jam 1 harus lari di lapangan yang hampir seluas lapangan bola 20x, lalu angkat bangku besi panjang di bahu dan di atas kaki spt layaknya latihan di Shaolin, push up tahan, push up jari, push up dengan tangan bagian luar (lawan dari tapak tangan), kuda2 rendah tahan, salto, de el el. Pemanasannya sendiri aja hampir satu jam. Tapi pas di kantor saya ada latihan taekwondo wajib, betapa kaget saat latihan dengan sabuk hitam taekwondo, mereka sudah ngos2an ikut latihannya. Sementara saya merasa latihan taekwondo di kantor saya sangat ringan, apalagi dibandingkan dengan latihan shaolin.

Maaf kalo saya terlalu semangat bercerita he3x. Well, senang ketemu dengan orang yang senang beladiri seperti anda.

Salam kenal,
Anonymous said…
Mas, di malang tempat latihan Judo di mana ya selain di kampus2?

makasih
Anonymous said…
judo di malang ada di bentoel, jalan rangsang :)

baca blog www.watulawang.co.cc

@ mas doonukuneke, terima kasih atas cerita dan kommen nya :)